Tiada Hari Tanpa Prestasi ... Untuk membangun Haris Esok Yang Lebih Baik.
Apapun yang Anda pikirkan, gagal atau sukses adalah benar.
Bayangan selalu lebih besar dari aslinya, apapun itu!
Memang baik menjadi orang penting, tetapi lebih penting menjadi orng baik.
Tak seorang pun dapat membuat Anda sakit hati, kecuali Anda menghendakinya.
Apapun yang Anda pikirkan, gagal atau sukses adalah benar.
Image. 1 Image. 2 Image. 3 Image. 4 Image. 5 Image. 6

Contoh Khutbah Jum'at

اَلسَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَاكَاتُهُ
اَلْحَمْدُ لِلَّهِ الْمُنَزَّهِ عَنْ سِمَاتِ الْحُدُوْثِ وَاْلأَلْوَانِ وَالْكَيْفِيَّاتِ * اَشْهَدُ أَنْ لاَإِلَهَ إِلاَّ اللهُ الْغَنِيُ كُلِّ مَا سِوَاهُ وَالْمُفْتَقِرُ إِلَيْهِ كُلُّ شَيْءِ فِى سَائِرِ الْمَخْلُوْقَاتِ * وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا سَيِّدُ الْمَخْلُوْقَاتِ * أَللَّهُمَّ صّلِّ وّسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى رَسُوْلِِِ اللهِ صَاحِبِ الْحَوْضِ وَالشَّفَاعَاتِ * وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمُ الْمُفَضَّلِيْنَ الْفَائِزِيْنَ بِأَنْوَاعِ الْخَيْرَاتِ * أَمَّا بَعْدُ – فَيَا عِبَادَ اللهِ ! إِتَّقُوْا اللهَ وَلاَ تُشْرِكُوْا بِهِ شَيْئًا وَاجْتَنِبُوْا السَّيِّئَاتِ وَالْمُنْكَرَاتِ *



Jama’ah Jum’at yang berbahagia;
Dari atas mimbar yang megah ini, perkenankan saya mengajak kita semua, mari kita berusaha meningkatkan keimanan dan ketaqwaan kita dan sekaligus mengaplikasikannya dalam setiap derap langkah kehidupan kita. Semoga dengan keimanan dan ketaqwaan itu akan membimbing jalan hidup kita sehingga kita dapat mencapai keridoan Allah swt. Selanjutnya, sebagai umat Nabi Muhammd yang telah menikmati hasil pejuangannya membangun dan menyebarkan ajaran Islam hingga samapi kepada kita, mari kita ucapkan solawat dan salam kepada beliau:
 
أَللَّهُمَّ صّلِّ وّسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى سَيِّدِنَا وَمَوْلاَنَا مُحَمَّدٍ خَاتَمِ اْلأَنْبِيَاءِ وَالْمُرْسَلِيْنَ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ أَجْمَعِيْنَ

Jama’ah Jum’at rohimakumullah
Sungguh Maha Kasih Allah swt kepada hamba-Nya, umat manusia. Kendatipun pada awal penciptaannya, manusia diciptakan dari tanah yang tidak berharga dan pada penciptaan berikutnya manusia diciptakan dari perpaduan antara sperma dan laki-laki (ayah) dan ovum perempuan (ibu) yang menjijikkan, Allah swt menciptakan manusia dengan penciptaan yang sempurna. Anatomi yang tersusun mengagumkan, memfasilitasi manusia untuk berkarya dan berprestasi.
Lebih menakjubkan lagi, tidak satupun diantara makhluk ciptaannya itu yang sama persis. Sejuta manusia yang Ia ciptakan sejuta rupa pula yang ia adakan, tidak pernah seorang ibu tertukar anaknya karena tidak bisa memedakannya. Semua diciptakan dengan rupa dan karakter yang berbeda-beda dengan kelebihan dan kekurangan yang beragam pula. Allah memberikan penjelasan dalam al-Qur`an surat al-Tin 95 ; 4 sebagai berikut:
لَقَدْ خَلَقْنَا اْلاِنْسَـانَ فِي أَحْسَـنِ تَقْـوِيمٍ (4)

Disamping pencipataan manusia dengan anantomi yang indah dan rupa yang menawan, Allah pun menganugerahkan kemulian dasar, kemuliaan generic, kepada setiap manusia yang dilahirkan. Firman Allah secara tegas terdapat dalam al-Qur`an surat al-Isro` 17 : 70:
وَلَقَدْ كَـرَّمْنَا بَنِي ءَادَمَ وَحَمَـلْنَاهُمْ فِي الْبَرِّ وَالْبَـحْرِ وَرَزَقْنَاهُمْ مِنَ الطَّيِّبَـاتِ وَفَضَّـلْنَاهُمْ عَلَى كَـثِيرٍ مِمَّنْ خَـلَقْنَا تَفْضِـيْلاً (70)
Ayat Allah ini betul-betul menegaskan dan memastikan bahwa tidak seorangpun diantara manusia yang dilahirkan di muka bumi ini dalam keadaan hina. Oleh karena itu,  tidak ada satupun manusia berhak memnghina manusia lainnya. Untuk kemuliaan itu Allah swt lengkapi manusia dengan soft were yang super canggih yang disebut akal atau ratio. Dengan akal yang terbimbing dan terpimpin serta bertumpu pada nurani yang disinari hadayah Allah yang dilengkapi dengan tuntunan ilmu pengetahuan yang memadai, maka akan memungkinkan bagi manusia untuk menjalankan fungsi dan tugas kekhalifahannya di muka bumi ini secara benar dan bertanggung jawab.
Masih dalam rangka menjaga dan melempangkan kemulian dan martabat kemanusiaan itu, sekalipun ramat dan karunia yang dianugerahkan kepada manusia sudah tidak terhitung jumlahnya, namun beban dan kewajiban yang diberikan sungguh tidak sebnding dengan karunia yang diterimanya. Dengan bahasa lain tidak akan pernah cukup ibadah atau pengabdian seorang hamba untuk menebus karunia yang pernah ia terima dari Tuhannya. Kendatipun Allah swt berkehendak memikulkan beban kepada hamba-Nya, namun jika beban standar yang dipikulkan itu tidak mampu dilaksanakan oleh hamba-Nya, maka akan ada pengecualian atau rukhsoh sehingga beban dilakukan sesuai kemampuan yang bersangkutan. Di dalam al-Qur`an surat al-Baqoroj 2: 268 Allah swt berfirman:
لاَ يُكَلِّفُ اللَّهُ نَفْسًا إِلاَّ وُسْعَهَا لَهَا مَا كَسَبَتْ وَعَلَيْهَا مَا اكْتَسَبَتْ رَبَّنَا لاَ تُؤَاخِذْنَا إِنْ نَسِينَا أَوْ أَخْطَأْنَا رَبَّنَا وَلاَ تَحْمِلْ عَلَيْنَا إِصْرًا كَمَا حَمَلْتَهُ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِنَا رَبَّنَا وَلاَ تُحَمِّلْنَا مَا لَا طَاقَةَ لَنَا بِهِ
Di dalam surat al-Nisa` 4 : 28 juga ditegaskan dan diakui bahwa Allah swt bermaksud meringankan beban manusia berdasarkan pertimbangan bahwa manusia, disamping kemliaannya, memiliki kekurgan dan kelemahan.
يُرِيدُ اللَّهُ أَنْ يُخَفِّفَ عَنْكُمْ وَخُلِقَ اْلاِنْسَانُ ضَعِيفًا(28)
Memang harus disadari dan diakui, bahwa betapapun mulianya manusia dalam ciptaan Allah Allah swt, tetap saja ada kelemahan dan kekurangan yang menyertainya. Kiranya kelemahan itu sudah terbukti sejak orang tua kita Adam dan Hawa tinggal di surga. Diantara kelemahan manusia adalah terkadang tidak mampu menghadapi dan menahan godaan sebagai mana dialami oleh leluhur kita Adam dan Hawa. Ketidakmampuan menahan godaan setan menggiring mereka berdua terusir dari singgasana surga lalu tercampak ke dunia.
Begitu pula dalam kehidupan sehari-hari yang kita saksikan akhir-akhir ini, tidak sedikit diantara kita orang yang terjerembat kelembah kehinaan dan kesengsaran karena terseret oleh dahsyatnya arus godaan dunia.
Hal lain yang sering menjatuhkan martabat dan kemuliaan manusia adalah tiga serangkai sifat buruk, yaitu العجب, والتكبر, والتفاخر (ujub sombong, merasa bangga dengan diri sendiri). Sifat ujub dimulai dari kegemaran kita melihat dan memuji diri sendiri dengan memfokskan pada kelebihan dan dan keberhasilan (prestasi) tanpa membanding-bandingkan dengan orang lain. Ujub ini apa bila ditambah dengan keemaran merandahkan orang lain, maka  ujub itu meningkat kualitasnya menjadi takabur. Apa bila takabbur ditambah dengan kebanggaan-kebanggaan yang berlebihan makan menjadilah ia soifat tafakhur. Ketiga sikap yang berjenjang ini merupakan penyakit hati yang dahsyat, yang apa bila sudah tumbuh di dalam hati tidak mudah mengatasi apa lagi membasminya.
Sebagai contoh proses lahirnya ujub, takabbur, dan tafakhur dapat dilihat pada ungkapan berikut ini: “Sungguh hebat saya ini, hartaku berlimpah, amal solehku banyak, dosaku sedikit”. Di saat itu dia sudah mengantongi sifat ujub. Namun jika ia berkata: “Aku ini hebat, aku lebih kaya dari pada si fulan, dia itu miskin, amal solehku lebih banyak dari dari dia sementara dosanya labih banyak dari dosaku”, maka ketika itu ujubnya sudah meningkat menjadi takabbur. Apa bila ia perkataannya ia lanjutkan dengan: “Kamu tidak usah mimpi untuk menyaingi kekayaan dan amal solehku, karena kamu tidak akan mampu”, maka sesungguhnya pada waktu itu ketakabburan yang bersangkutan telah meningkat menjadi tafakhur.
Orang yang memiliki tiga sifat buruk diatas pada mulanya bermaksud untuk menambah kemuliaan dan martabatnya, tetapi sesungguhnya ujub dan kesombongan itu sepanjang sejarah telah terbukti justru akan menjatuhkan kemuliaan dan martabat kemanusiaan. Firun dan Namrud merupakan dua contoh korban kesombongan dan keangkuhan.
Betapapun kecilnya kesombongan atau ketakabburan yang bersemayam di lubuk hati kita, kiranya tetap akan membawa dampak buruk bagi diri dan keluarga, serta lingkungan. Sungguh kesombongan akan membuahkan kebencian dan ketidaksenangan dan bahkan akan memunculkan sikap anti pati mansuia lain terhadap dirinya. Lebih dari itu, Allah swt menyatakan ketidaksukaannya terhadap orang-orang yang sombong. Firman-Nya dalam al-Qur`an surat al-Nahl 16 : 23:
لاَ جَرَمَ أَنَّ اللَّهَ يَعْلَمُ مَا يُسِرُّونَ وَمَا يُعْلِنُونَ إِنَّهُ لاَ يُحِبُّ الْمُسْتَكْبِرِينَ(23)
Dalam surat al-Nahl 16 : 29 lebih tegas Allah swt berfirman:
فَادْخُلُوا أَبْوَابَ جَهَنَّمَ خَالِدِينَ فِيهَا فَلَبِئْسَ مَثْوَى الْمُتَكَبِّرِينَ(29)
Sebagai mana diuraikan di atas bahwa ifat sombong itu datangnya perlahan-lahan sehingga sering tidak terasakan, bahkan hampir-hampir tidak disadari. Kesombongan itu menyelinap dibilik hati kita, terkadang berbaju keindahan, terkadang berbusana kekuatan dan terkadang tampil seperti satria penolong, dan bahkan terkadang hadir sebagai orang yang mengerti agama dan berupaya melawan syri’at dengan berpura-pura mengkajinya.
al-Mu’min 40 : 56
إِنَّ الَّذِينَ يُجَادِلُونَ فِي ءَايَاتِ اللَّهِ بِغَيْرِ سُلْـطَانٍ أَتَاهُمْ إِنْ فِي صُدُورِهِمْ إِلاَّ كِبْرٌ مَا هُمْ بِبَالِغِيهِ فَاسْتَعِذْ بِاللَّهِ إِنَّهُ هُوَ السَّمِيعُ الْبَصِيرُ(56)
Sesungguhnya orang-orang yang memperdebatkan ttentang ayat-ayat Allah swt tanpa aargumn yang sampai kepada mereka, tidak ada dalam dada mereka kecuali (keinginan akan) kebesaran yang mereka sekali-kali tidak akan mencapainya, maka mintalah perlindungan kepada Allah swt. Sesungguhnya Dia Maha Mendengar lagi Maha Melihat. 
Mereka yang di dalam hatinya, baik disadari maupun tidak disadari, terdapat benih-benih kesombongan, sekecil apapun adanya, niscaya tidak akan diperkenankan Allah swt mencicipi syurga apa lagi memasukinya. Mari kita secara bersama-sama memperhatikan sabda Rosulullah saw yang dinukil dalam sebuah hadis beliau:
لاَ يَدْخُلُ الْجَنَّةَ مَنْ كَانَ فِي قَلْبِهِ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ مِنْ كِبْرٍ.
Lebih tegas lagi firman Allah dalam al-Qur`an surat al-Mu’min 40 : 76 yang berbunyi:
ادْخُلُوا أَبْوَابَ جَهَنَّمَ خَالِدِينَ فِيهَا فَبِئْسَ مَثْوَى الْمُتَكَبِّرِينَ(76)
Hadirin
Penjelasan ayat-ayat dan hadis di atas kiranya cukup untuk mengingatkan kita jika kita belum terkonstaminasi oleh bibit-bibit kesombongan. Begitu pula dengan muatan ancaman yang terkandung dalam ayat dn hadits ini kiranya memadai untuk menyadarkan kita apa bila di dalam hati kita telah tercemar oleh virus-virus kesombongan. Rasa takut kita terhadap dahsyatnya siksa neraka mungkin akan menghambat pertumbuhan dan perkembangan kesombongan, sementara kerinduan yang mendalam kita kepada kenikmatan syurga akan menjadi pertimbangan bagi kita untuk segera meninggalkan dan menjauhi kesombongan yang sesunguhnya tidak pernah menguntungkan.
Karena takut akan siksa akibat dari kesombongan, seorang sahabat, ketika mendengar hadis di atas lalu bertanya dan meminta penjelasan lebih lanjut dari Rosulullah saw. Sahabat itu berkomentar:
إِنَّ الرَّجُلَ يُحِبُّ اَنْ يَكُوْنَ ثَوْبَهُ حَسَنًا وَنَعْلَهُ حَسَنَةً
Mendengar komentar sahabatnya itu lalu Rosulullah saw memberikan penjelasan singkat tetapi memuaskan melalui sabda beliau:
قَالَ: إِنَّ اللهَ جَمِيْلٌ يُحِبُّ الْجَمَالَ, اَلْكِبْرُ بَطَرُ الْحَقِّ وَغَمْطُ النَّاسِ (مسلم)
Hadirin
Untuk membentengi diri dari intervensi kesombongan dalam bersikap dan berprilaku dalam kehidupan sehari-hari, sebaiknya, bahkan seharusnya, kita memilih dan membangun sikap tawadlu’ di dalam diri kita masing-masing. Kembali kepada sikap tawadlu’ merupakan langkah yang bijaksana dan terpuji serta aman dan menyenangkan, lebih-lebih bila dihubungkan dengan keadaan kehidupan di zaman modern yang penuh dengan godaan yang menyilaukan.
Hadirin
Tawadlu’ adalah suatu sikap yang menunjukkan kerendahan hati seseorang. Dengan demikian tawadlu’ merupakan lawan dari sikap tinggi hati. Sikap tinggi hati selalu muncul dalam bentuk kesombongan. Oleh karena itu, tawadlu’ bukanlah sikap atau rasa rendah diri, tetapi tawadlu’ adalah lawan dari ujub, takabbur, dan tafakhur. Memilih tawadlu’ berarti menghindari ujub membuang takabbur dan memusnahkan tafakhur, mengambil ujub, takabbur dan tafakhur berarti mencampakkan tawadlu’. Kalau ujub, takabbur, dan tafakhur akan mendorong orang untuk masuk neraka, maka tawadlu’ berarti menutup salah satu pintu neraka.
Untuk menguraikan pengertian tawadlu’ sehingga menjadi jelas da konkrit tentulah tidak mudah, karena tawadlu’ pusatnya berada di dasar hati yang terdalam. Yang paling memungkinkan adalah menjelaskan fenomena-fenomena yang menunjukkan sebuah sikap tawadlu’ atau sikap rendah hati yang ada pada seseorang. Untuk mengurai penjelasan itu dalam sebuah pertanyaan dikatakan: “Kapan seseorang dapat disebut bersifat tawadlu’ atau rendah hati”? orang bijak akan menjawab: “Ketika seseorang merasa tidak memiliki kelebihan padahal sesungguhnya dia lebih dan tidak merasakan adanya orang yang lebih rendah dari pada dirinya kendatipun sesungguhnya di lebih tinggi dari orang lain, dia tidak akan tampil berlebihan sekalipun sesungguhnya dia mampu melakukannya. Ia lakukan segala sesuatunya semata-mata karena ketundukan mereka kepada Allah swt.
Keikhlasan itu pula yang menyebabkan yang bersangkutan berhak menerima ganjaran dan penghargaan yang amat tinggi dan prestisius dari Allah swt
من ترك اللباس تواضعا لله تعلى وهو يقدر عليه دعاه الله يوم القيامة رؤوس الخلائق حتى يُخَيِّره من ايِّ خُلَلِ اْلإِيمان شاء يلبسه (الحاكم)
Untuk menjelaskan lebih dalam tentang tawadlu’ saoyidina Umar bin Khottob ra menjelaskan:
قال عمر ابن الخطاب: رأس التواضع أن تبتدئ بالسلام على من لقيته من المسلمين, وأن ترضى بالدون من المجلس, وأن تكره أن تذكر بالبر والتقوى (درة الناصحين: 154)
Ketiga sikap diri yg dikemukakan oleh Umar ibnu Khotob ini bukan hal yang mudah untuk dilakukan, tetapi membutuhkan latihan yang intensif. Ditengah kehidupan yang cenderung matererialistis ini sering kita jumpai dan kita saksikan betapa orang,  atau justru diri kita sendiri, lebih senang menjawab salam ketimbang memberi atau memulai salam. Ada kemungkinan sikap enggan memulai ini disebabkan adanya perasaan bahwa dirinya lebih tinggi dari orang lain sehingga dalam anggapannya orang lainlah yang seharusnya memulai salam kepadanya.
Juga tidak sedikit orang yang tersinggung atau merasa dilecehkan ketika ia ditempatkan dibelakang disuatu forum atau majlis karena ia merasa dirinya lebih terhormat dan lebih pantas untuk dihormati, padahal hal penempatan itu terjadi hanya karena yang bersangkutan terlambat datang. Ada pula diantara kita yg justru merasa sengan jika dirinya disebut-sebut sebagai orang baik, orang berjasa dan  lain sebagainya.
Rosulullah Saw bersabda: bertawadu’lah, dan duduklah bersama orang-orang miskin, niscaya kamu menjadi orang-orang yang besar disisi SWT dan terlepas dari sifat sombong dan angkuh.
Latihan tawadlu’ dapat diawali dengan duduk bersama dengan pembantu.untuk mendukung konsep ini ada  riwayat dari Qois bin Hazim yenjelaskan peristiwa yang dialami oleh Khalifah ke dua, Umar Ibnu Khottob; kisahnya demikian.
Saiyidina Umar Ibnu Khottob, ketika bepergian menuju kota Syam, dalam rangka kunjungan kerja, bersama dengan pembantunya dengan menunggang seekor kuda. Mereka sadar betul bahwa jika mereka berdua bersama-sama duduk menunggang kuda adalah merupakan kezoliman terhadap kuda tersebut, maka mereka berdua, Umar Ibnu Khottob dan pembantunya sepakat untuk bergilir atau bergantian menunggang kuda tersebut. Ketika memulai perjalanan Umar Ibnu Khottob mendapat giliran pertama menunggang kuda sementara pembantunya mendapat gilian pertama membimbing kuda itu. Selama dalam pejalan mereka secara rutin bergantian sesuai dengan kesepakatan. Akan tetapi keitika menjelang sampai di tujuan, dalam hal ini kotaSyam, giliran menunggang kuda jatuh kepada pembantunya, ementara Umar Ibnu Khottob mendapat giliran membimbing kuda. Tidak ada perasaan di hati mereka masing-masing kecuali ikhlas menjalankan kesepakatan yang telah mereka bangun bersama. Namun, ternyata di depan pintu gerbang kota, telah berdiri Abu ‘Ubaidah, salah seorang pembesar kota Syam yang bermaksud menyambut dengan Umar Ibnu Khottob di kota itu. Melihat kejadian, itu lalu Abu Ubaidah berkata kepada Umar Ibnu Khottob: Wahai Kholifah, para pembesar kota Syam pada saat itu berkumpul di balai sidang untuk menyambut Kholifah, maka adalah tidak pantas apa bila nanti mereka melihat kejadian ini, bagai mana komentar mereka nanti.
Mendengar perkataan yang bernuansa keluhan structural dari Abu Ubaidah itu, lalu Umar Ibnu Khottob menjawab:
إنما أعزنا الله بالإسلام, فلا أبالى من مقالة الناس .
Ternyata dalam pikiran dan prinsip Umar Ibnu Khottob bahwa rendah hati tidak akan menghinakan seseorang.
Dalam kejadian berikutnya Umar mengaplikasikan kembali sikap tawadlu’nya dengan kesediaannya memikul ember berisi air lalu diberikan kepada tetangganya demi untuk menutup rapat-rapat pintu hatinya dari invasi dan interpensi benih-benih kesombongan. Kiranya ketawadlu’an Umar telah membangun pengertian dan kesadaran bahwa pujian dan sanjungan rakyatnya dapat berakibat memunculkan sikap sombong dan angkuh pada dirinya.
Hadirin.
Untuk memperkaya hazanah kita tentang tawadlu’ ini, mari kita ungkap sekelumit wejangan Ibrohim bin Syaiban dalam kata-kata hikahnya: “Ketinggian itu ada di dalam ketawdlu’an, kemulyaan ada di dalam ketaqwaan, kebebasan/kemerdekaan ada di dalam sikap qana’ah.
Menutup khutbah kita pada hari ini mari kita simak wejangan Imam al-Ghozali yg termaktub dalam bukunya Bidayatul Hidayah.

ينبغي ان لا تنظر إلى احد إلا وترى أنه خير منك وأن الفضل له على نفسك, فإن رأيت صغيرا  , قلت هذا لم يعص الله تعالى وأنا عصيته فلا شك أنه خير مني, وإن رأيت كبيرا, قلت: هذا قد عبد الله تعالى قبلي فلا شك أنه خير مني, … وإن كان جاهلا , قلت: هذا قد عصى الله بجهل وأنا عصيته بعلم فحجة الله علي آكد وما أدري بما يختم لي وبما يختم له … هكذا وهكذا.
الخطبة الثانية
الحمد لله حمدا حامدين والشكر لله شكرا شاكرين – اشهد أن لاإله الله المالك الحق المبين – وأشهد أن محمدا عبده صادق الوعد الأمين – اللهم صل وسلم وبارك على سيدنا محمد خاتم الأنبياء والمرسلين وعلى آله وأصحابه أجمعين ومن تبعهم بإحسان إلى يوم الدين – أما بعد فياعباد الله – إتقوا الله ولا تموتن إلا وأنتم متمسكين بالدين.
بارك الله لي ولكم في القرآن العظيم, ونفعني وإياكم بما فيه من الأيات والذكر الحكيم, وتقبل مني ومنكم تلاوته إنه هو السميع العليم, أقول قولي هذا وأستغفر الله العظيم لي ولكم ولسائر المسلمين والمسلمات, فاستغفروه إنه هو الغفور الرحيم.
Read More

Hadits Ibnu Umar Tentang Rukun Islam

عَنِ ابْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بُنِيَ الْإِسْلَامُ عَل خَمْسٍ شَهَادَةِ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ وَإِقَامِ الصَّلَاةِ وَإِيتَاءِ الزَّكَاةِ وَالْحَجِّ وَصَوْمِ رَمَضَانَ
Dari Ibnu Umar –semoga Allah meridhai keduanya (Umar dan anaknya)- beliau berkata: Rasulullah shollallahu ‘alaihi wasallam bersabda: Islam dibangun atas 5 (rukun): Persaksian (syahadat) bahwa tidak ada sesembahan yang berhak disembah kecuali Allah dan sesungguhnya Muhammad adalah utusan Allah, dan menegakkan sholat, menunaikan zakat, haji, dan puasa Ramadlan (H.R alBukhari dan Muslim)
PENJELASAN:

Pada lafadz alBukhari haji disebutkan sebelum puasa Ramadlan. Sebagian Ulama’ menyatakan bahwa periwayatan yang menyebutkan haji sebelum puasa Ramadlan adalah periwayatan secara makna9. Sedangkan secara urutan, puasa Ramadlan didahululan terhadap haji. Hal ini pernah dikonfirmasikan secara langsung kepada Ibnu Umar, dan beliau sendiri membenarkan urutan puasa Ramadlan sebelum haji 10

RUKUN ISLAM
I)     Bersaksi untuk 2 hal:
a)    Laa Ilaaha Illallah (Tidak ada sesembahan yang berhak diibadahi kecuali Allah)
b)    Muhammad adalah utusan Allah.
Persaksian tersebut mengandung konsekuensi:
-      Konsekuensi syahadat Laa Ilaaha Illallah : mempersembahkan ibadah hanya kepada Allah semata, dan mengingkari segala bentuk penyembahan kepada selain Allah
-     Konsekuensi persaksian bahwa Nabi Muhammad shollallahu alaihi wasallam adalah utusan Allah:
(i)   Membenarkan kabar dari Nabi.
(ii)  Mentaati perintah Nabi
(iii)  Menjauhi larangan Nabi.
(iv) Tidak beribadah kepada Allah Subhaanahu Wa Ta’ala kecuali dengan aturan/ syariat yang dituntunkan Nabi.

II)   Menegakkan sholat

Sholat yang wajib ditegakkan adalah sholat 5 waktu sehari semalam: Subuh, Dzhuhur, Ashar, Maghrib, Isya’.
Sholat tersebut memiliki syarat-syarat sah, rukun, dan kewajiban-kewajiban, serta sunnah-sunnah.
Syarat sah sholat:
1)    Suci dari hadats besar dan kecil 11
2)    Suci dari najis pada tubuh, pakaian, dan tempat sholat 12
3)    Menutup aurat, bagi pria: dari pusar hingga lutut. Wanita: seluruh tubuh kecuali wajah dan kedua telapak tangan.
4)    Menghadap ke arah kiblat.
Bagi orang yang melihat langsung ka’bah ia harus menghadap ke dzat/ benda ka’bah, sedangkan bagi orang yang jauh dari ka’bah cukup menghadap ke arah Makkah. Persis sudutnya lebih baik, namun kalau tidak bisa, bagi orang di Indonesia cukup menghadap ke arah Barat (antara Selatan dan Utara).
5)    Sudah masuk waktu sholat 13
6)    Niat
Sebagaimana telah dijelaskan pada hadits pertama bahwa niat tempatnya adalah di hati dan tidak dilafalkan, karena memang tidak ada tuntunannya dari Nabi shollallaahu ‘alaihi wasallam untuk melafalkan niat
Rukun-rukun Sholat 14  :
  1. Berdiri bagi yang mampu, dalam sholat wajib.
Untuk sholat sunnah, tidak mengapa sholat dengan duduk meski mampu berdiri, dan pahalanya menjadi setengah sholat berdiri.
  1. Takbiratul Ihram : ucapan “Allahu Akbar”.
Ucapan “Allahu Akbar” adalah rukun, sedangkan gerakan mengangkat tangannya adalah Sunnah.
  1. Membaca Al-Fatihah
  2. Gerakan ruku’
-      Minimal: membungkukkan badan sehingga memungkinkan tangan menyentuh lutut.
-      Sempurna : membungkukkan badan dan posisi  punggung rata dan sejajar dengan kepala.
  1. Gerakan bangkit dari ruku’
  2. Gerakan I’tidal : posisi berdiri tegak setelah dari ruku’.
  3. Gerakan sujud.
Terdapat tujuh anggota sujud: dahi, hidung, kedua telapak tangan, kedua lutut, ujung jari.
  1. Gerakan bangkit dari sujud
  2. Duduk di antara dua sujud
10. Thuma’ninah : tenang dan tidak tergesa-gesa pada setiap gerakan
11. Bacaan tasyahhud akhir dan sholawat kepada Nabi di tasyahhud akhir
12. Gerakan duduk tasyahhud akhir
13. Salam
14. Urut pada setiap gerakan
Kewajiban dalam sholat 15:
  1. Bacaan takbir selain takbiratul ihram.
  2. Ucapan “Sami’allaahu liman hamidah” saat bangkit dari ruku’ untuk Imam dan orang yang sholat sendirian
  3. Ucapan “Robbanaa wa lakal hamdu” pada saat I’tidal. 16
  4. Ucapan “Subhaana Robbiyal ‘Adzhiim” minimal sekali pada saat ruku’
  5. Ucapan “Subhaana Robbiyal A’laa” minimal sekali saat sujud
  6. Ucapan “Robbighfirlii” minimal sekali saat duduk di antara dua sujud
  7. Bacaan Tasyahhud Awal
  8. Gerakan duduk tasyahhud awal.
III)    Menunaikan Zakat

Zakat yang wajib ada 2 :
a)    Zakat Fithri atau umumnya disebut zakat fitrah 17
b)    Zakat harta (maal)
Syarat suatu harta wajib dizakati adalah :
a)    Dimiliki secara sempurna.
b)    Mencapai nishab (kadar minimal dikeluarkannya zakat).
c)    Telah mencapai haul (sempurna dimiliki 1 tahun).
Harta yang wajib dizakati adalah:
i)     Emas dan perak (mata uang).
Nishab emas : sekitar 70-92 gram emas murni 24 karat.
Nishab perak : sekitar 460 – 595 gram perak murni.
Nishab mata uang disetarakan dengan nishab emas. 18
Zakat yang dikeluarkan adalah 2,5%.
ii)     Hewan ternak (unta, sapi, kambing)
iii)    Pertanian.
Syarat zakat pertanian :
a)    Berbentuk biji atau buah-buahan
b)    Dapat ditakar atau ditimbang
c)    Dapat disimpan lama.
d)    Memiliki pemilik (ditanam manusia)
e)    Nishabnya adalah 300 sha’ (sekitar 750 -900 kg).
Zakat pertanian harus dikeluarkan setiap selesai panen sebesar 10% jika pengairan secara alami tanpa biaya, dan 5% jika pengairan menggunakan biaya.
Golongan yang berhak menerima zakat harta adalah 8 golongan yang disebutkan dalam al-Qur’an surat atTaubah ayat 60. Zakat harta tidak boleh diberikan kepada orang-orang yang harus dinafkahi seperti anak, istri, orang tua, karena wajib memberikan nafkah kepada mereka ketika mereka membutuhkan.

IV)  Shoum (Puasa) Ramadlan

Menahan diri dari segala hal yang membatalkan puasa dari terbit fajar hingga terbenamnya matahari di bulan Ramadlan
Pembatal-pembatal puasa:
a)    Makan, minum, dan yang semakna dengan makan dan minum (contoh: infus)
b)    Berhubungan suami istri atau mengeluarkan mani secara sengaja
c)    Muntah secara sengaja
d)    Berbekam (termasuk juga donor darah).
Seseorang yang berpuasa harus meninggalkan segala hal yang mengurangi pahala puasa. Segala jenis dosa mengurangi atau bisa membatalkan pahala puasa.

V)   Menunaikan ibadah haji ke Baitullah bagi yang mampu.

Rukun haji: Ihram, Wukuf di Arafah, Tawaf Ifadhah, Sa’i.
Kewajiban haji : Ihram (berniat) haji dari Miqot, Mabit di Muzdalifah, Mabit di Mina, melontar jumroh Ula;Wushtho; dan Aqobah, Thawaf Wada’.
Jika rukun tidak dikerjakan, haji tidak sah. Jika kewajiban tidak dikerjakan, harus membayar dam (dua ekor kambing disembelih di Makkah dan dibagikan pada fakir miskin di daerah tersebut).

Read More